Persetubuhan pada anak justru dilakukan oleh orang yang mengenal dan cukup dekat dengan anak yang bersangkutan bahkan pelaku tersebut justru memiliki hubungan keluarga dengan anak itu sendiri. Hubungan tetangga atau sudah mengenal anak tersenut sebelumnya. Hal tersebut justru membuat anak tidak berani mengungkap yang sebenarnya terjadi, karena keluarga yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak dan memberikan perlindungan bagi anak justru menjadi tempat kekerasan seksual dalam hal ini persetubuhan terhadap anak itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penegakan hukum pelaku tindak pidana persetubuhan yang dilakukan oleh ayah kandung terhadap anak secara paksa dalam pandangan hukum pidana dan untuk mengetahui penegakan hukum pidana materil terhadap tindak pidana persetubuhan disertai kekerasan yang dilakukan oleh ayah kandung terhadap anak secara paksa pada putusan Nomor (158/Pid.Sus/2022/PN.Kng). Penelitian ini bermaksud menjawab dua pertanyaan. pertama pengaturan hukum tentang tindak pidana persetubuhan disertai kekerasan yang terjadi pada anak. Kedua, pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 158/Pid.Sus/2022/PN.Kng. Peraturan terhadap tindak pidana persetubuhan disertai kekerasan yang dilakukan oleh ayah kandung terhadap anak diatur dalam beberapa peraturan, yaitu pada Pasal 287 ayat (1) KUHP, Pasal 81 ayat (3) Jo Pasal 76D Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penerapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang Jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Berdasarkan Putusan Nomor (158/Pid.Sus/2022/PN.Kng,) sebagaimana pelaku terbukti secara sah menurut hukum bersalah telah melakukan tindak pidana melakukan ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain , dilakukan oleh orang tua sehingga dijatuhkan pidana penjara selama 19 (Sembilan belas) tahun dikurangkan selama Terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perintah Terdakwa tetap ditahan dan denda Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan. Simpulan dalam penelitian ini bahwa. Kekerasan seksual atau persetubuhan pada anak merupakan suatu kejahatan yang melecehkan dan menodai harkat kemanusiaan, persetubuhan pada anak harus dicegah dan dilindungi. Saran aparat penegak hukum lebih tegas dalam memberikan sanksi pidana bagi pelaku persetubuhan disertai kekerasan pada anak agar memberikan efek jera.

Kata Kunci: Tindak Pidana Anak, Kekerasan, Persetubuhan

Sexual intercourse with children is actually carried out by people who know and are quite close to the child in question, even the perpetrator actually has a family relationship with the child himself. Neighbor relations or having known the child before. This actually makes children not dare to reveal what really happened, because the family which should be a safe place for children and provide protection for children actually becomes a place of sexual violence, in this case sexual intercourse with the child itself. This research aims to determine the law enforcement of criminal acts of sexual intercourse committed by the biological father against the child forcibly from the perspective of criminal law and to determine the enforcement of material criminal law against criminal acts of sexual intercourse accompanied by violence committed by the biological father against the child forcibly in decision number ( 158/Pid.Sus/2022/PN.Kng). This research aims to answer two questions. The first is legal regulation regarding the criminal act of sexual intercourse accompanied by violence that occurs against children. Second, the judge's considerations in Decision Number 158/Pid.Sus/2022/PN.Kng. Regulations regarding criminal acts of sexual intercourse accompanied by violence committed by the biological father against the child are regulated in several regulations, namely in Article 287 paragraph (1) of the Criminal Code, Article 81 paragraph (3) in conjunction with Article 76D of the Law of the Republic of Indonesia Number 17 of 2016 concerning the Implementation of Regulations The Government Substitutes Law of the Republic of Indonesia Number 23 of 2002 concerning Child Protection into Law in conjunction with Article 64 paragraph (1) of the Criminal Code. Based on Decision Number (158/Pid.Sus/2022/PN.Kng,) as the perpetrator was proven legally guilty according to the law of having committed a criminal act of threatening violence to force a child to have sexual intercourse with him or another person, carried out by a parent so that he was sentenced to prison. for 19 (Nineteen) years deducted while the Defendant is in temporary detention with the order that the Defendant remain detained and a fine of Rp. 200,000,000.00 (two hundred million rupiah) subsidiary 6 (six) months in prison. The conclusion in this research is that. Sexual violence or sexual intercourse with children is a crime that insults and tarnishes human dignity, sexual violence with children must be prevented and protected. It is recommended that law enforcement officials be more firm in providing criminal sanctions for perpetrators of sexual intercourse accompanied by violence against children to provide a deterrent effect.
Keywords: Child Crime, Violence, Sexual Intercourse